Dalam perjalan menuju sebuah project site di tengah lapangan tanah dengan sedikit rumput, saya berpikir betapa air menjadi sangat penting buat pekerja di lapangan, begitu juga esensial untuk proses pembangunan infrastruktur itu sendiri, untuk mencampur air dan semen misalnya. Industri telekomunikasi mungkin tidak banyak menyentuh masalah air, walaupun air adalah unsur penting dalam masalah 'lingkungan hidup' yang biasanya merupakan bagian tidak terpisahkan dari program K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Mumpung Hari Air Sedunia (World Water Day) diperingati setiap tanggal 22 Maret, rasanya tepat juga kita memikirkan dampaknya terhadap industri dan pekerja telekomunikasi khususnya yang berhubungan dengan K3.
Seperti yang saya kutip dari publikasi Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB), bahwa air adalah bagian esensial untuk membangun kehidupan, tidak hanya menghilangkan dahaga atau melindungi kesehatan; air juga bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan berpengaruh untuk mendukung ekonomi, sosial juga pembangunan manusia. Saat ini, ada 663 juta orang hidup dengan kondisi persedian air yang tidak memadai seperti jarak yang jauh dari rumah untuk hanya bisa diakses, perlu berjalan berjam-jam untuk kemudian mengantri di sumber air, dan terpapar juga dengan kemungkinan menggunakan air yang sudah terkontaminasi. Indonesia secara umum, khususnya untuk pekerja lapangan mungkin tidak terlalu merasakan sulitnya menemukan air bersih atau untuk diminum. Dampak kesehatan yang saya bisa lihat dari para pekerja ketika kekurangan air (kurang minum) bisa meyebabkan keletihan yang lebih awal atau berbagai penyakit dalam jangka waktu yang panjang. Dilihat dari sisi lain ketika air begitu melimpah (baca: banjir) di area kerja maka bisa juga berbahaya bagi pekerja, baik itu lubang menganga di tanah yang tidak kelihatan karena tertutup genangan, hewan berbisa seperti ular yang terikut di limpasan air dan sebagainya.
Ketika memperhatikan laporan hampir celaka (near miss) dari salah satu vendor penyedia jasa dan infrastruktur telekomunikasi, saya mendapatkan kesimpulan, walaupun kelihatan tidak ada hubungan langsung bagi pekerja lapangan, air begitu erat dalam aspek K3. Contoh paling terkini yang saya dapatkan, seperti ketika saya mendapat gambar foto dimana sebuah tim kerja harus menyeberangi sungai yang tiba-tiba meluap tetapi harus diseberangi dengan kapal tua atau lebih tepat rakit kayu yang disusun sejajar agar supaya penumpangya bisa mengapung atau menuju titik lain di tepian/sisi lain dari sungai tersebut. Seperti piramida program pengendalian risiko yang baik maka APD (Alat Pelindung Diri) adalah sesuatu yang menjadi pilihan terakhir. Tidak nyaman dan kadang menjadi kurang efektif kalau kita harus setiap saat menggunakan pelampung ketika bekerja di dekat air atau sungai, jadi alih-alih kita harus memikirikan lagi piramida pengendalian risiko.
Misalkan kita mengambil contoh lain seperti memanjat menara telekomunikasi ketika sedang turun hujan, maka dari hirarki (urutan) pengendalian risiko kita tidak bisa memaksakan penggunaan APD sebagai jaminan keselamatan pekerja, bila dilihat dari bentuk piramida pengendalian risiko, maka lebih tepat kita melakukan pengendalian dengan cara 'administrasi' yaitu misalkan kita bisa menyusun prosedur kerja yang mencegah pekerja untuk bekerja di ketinggian bila ada tanda-tanda mau hujan dan/atau segera turun bila hujan/air sudah mulai membasahi are kerja kita. Bahaya air lainnya yang mungkin berisiko atau berdampak lingkungan juga mempunyai pengaruh terhadap pekerjaan seperti ketika pekerja sedang menuju ke site dihadapkan kepada masalah tanah longsor karena disapu air limpasan yang mengalir di sisi sebuah jalan yang tidak mempunyai tanaman/pohon, yang mungkin tidak perlu terjadi karena bila ada pohon/tanaman maka longsor tersebut tidak akan terjadi.
Bila kita mulai sependapat bahwa air mempunyai risiko K3, maka perusahaan yang baik akan memikirkan cara pengendalian risikonya. Air tidak mungkin kita hilangkan dalam proses ketika menjalankan pekerjaan, tetapi kita bisa memastikan pekerja kita aman dari segala sesuatu yang berhubungan dengan air. Dari individu pekerjanya sendiri yang perlu banyak minum air, memastikan area kerjanya aman dari bahaya air dalam jumlah besar (banjir, genangan, limpasan dll). Dilain waktu saya akan tuliskan lagi mengenai pengendalian risiko lebih detil, bukan sesuatu yang orisinil, tetapi perlu saya ingatkan terus ibarat sayur sop agar tetap nikmat untuk dimakan.
Seperti yang saya kutip dari publikasi Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB), bahwa air adalah bagian esensial untuk membangun kehidupan, tidak hanya menghilangkan dahaga atau melindungi kesehatan; air juga bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan berpengaruh untuk mendukung ekonomi, sosial juga pembangunan manusia. Saat ini, ada 663 juta orang hidup dengan kondisi persedian air yang tidak memadai seperti jarak yang jauh dari rumah untuk hanya bisa diakses, perlu berjalan berjam-jam untuk kemudian mengantri di sumber air, dan terpapar juga dengan kemungkinan menggunakan air yang sudah terkontaminasi. Indonesia secara umum, khususnya untuk pekerja lapangan mungkin tidak terlalu merasakan sulitnya menemukan air bersih atau untuk diminum. Dampak kesehatan yang saya bisa lihat dari para pekerja ketika kekurangan air (kurang minum) bisa meyebabkan keletihan yang lebih awal atau berbagai penyakit dalam jangka waktu yang panjang. Dilihat dari sisi lain ketika air begitu melimpah (baca: banjir) di area kerja maka bisa juga berbahaya bagi pekerja, baik itu lubang menganga di tanah yang tidak kelihatan karena tertutup genangan, hewan berbisa seperti ular yang terikut di limpasan air dan sebagainya.
Ketika memperhatikan laporan hampir celaka (near miss) dari salah satu vendor penyedia jasa dan infrastruktur telekomunikasi, saya mendapatkan kesimpulan, walaupun kelihatan tidak ada hubungan langsung bagi pekerja lapangan, air begitu erat dalam aspek K3. Contoh paling terkini yang saya dapatkan, seperti ketika saya mendapat gambar foto dimana sebuah tim kerja harus menyeberangi sungai yang tiba-tiba meluap tetapi harus diseberangi dengan kapal tua atau lebih tepat rakit kayu yang disusun sejajar agar supaya penumpangya bisa mengapung atau menuju titik lain di tepian/sisi lain dari sungai tersebut. Seperti piramida program pengendalian risiko yang baik maka APD (Alat Pelindung Diri) adalah sesuatu yang menjadi pilihan terakhir. Tidak nyaman dan kadang menjadi kurang efektif kalau kita harus setiap saat menggunakan pelampung ketika bekerja di dekat air atau sungai, jadi alih-alih kita harus memikirikan lagi piramida pengendalian risiko.
Misalkan kita mengambil contoh lain seperti memanjat menara telekomunikasi ketika sedang turun hujan, maka dari hirarki (urutan) pengendalian risiko kita tidak bisa memaksakan penggunaan APD sebagai jaminan keselamatan pekerja, bila dilihat dari bentuk piramida pengendalian risiko, maka lebih tepat kita melakukan pengendalian dengan cara 'administrasi' yaitu misalkan kita bisa menyusun prosedur kerja yang mencegah pekerja untuk bekerja di ketinggian bila ada tanda-tanda mau hujan dan/atau segera turun bila hujan/air sudah mulai membasahi are kerja kita. Bahaya air lainnya yang mungkin berisiko atau berdampak lingkungan juga mempunyai pengaruh terhadap pekerjaan seperti ketika pekerja sedang menuju ke site dihadapkan kepada masalah tanah longsor karena disapu air limpasan yang mengalir di sisi sebuah jalan yang tidak mempunyai tanaman/pohon, yang mungkin tidak perlu terjadi karena bila ada pohon/tanaman maka longsor tersebut tidak akan terjadi.
Bila kita mulai sependapat bahwa air mempunyai risiko K3, maka perusahaan yang baik akan memikirkan cara pengendalian risikonya. Air tidak mungkin kita hilangkan dalam proses ketika menjalankan pekerjaan, tetapi kita bisa memastikan pekerja kita aman dari segala sesuatu yang berhubungan dengan air. Dari individu pekerjanya sendiri yang perlu banyak minum air, memastikan area kerjanya aman dari bahaya air dalam jumlah besar (banjir, genangan, limpasan dll). Dilain waktu saya akan tuliskan lagi mengenai pengendalian risiko lebih detil, bukan sesuatu yang orisinil, tetapi perlu saya ingatkan terus ibarat sayur sop agar tetap nikmat untuk dimakan.