Oleh LORD MANGARAJA
Pendiri Jaring K3 Telekomunikasi, praktisi, auditor tersertifikasi dan murid untuk segala hal yang baru tentang K3.
Pendiri Jaring K3 Telekomunikasi, praktisi, auditor tersertifikasi dan murid untuk segala hal yang baru tentang K3.
Dalam beberapa kali artikel kita belum pernah menyentuh secara langsung tentang kesehatan kerja, walaupun hal tersebut adalah bagian tidak terpisahkan dari K3. Bulan ini adalah saat yang tepat bagi kita untuk mengingatkan bahwa kesehatan kerja dan HIV/AIDS sangat erat hubungannya, selain itu setiap tanggal 1 Desember oleh WHO (World Health Organization) diperingati sebagai Hari AIDS sedunia, sepertinya sangat relevan kalau kita menyinggung tentang hal ini di industri telekomunikasi, yang angkatan kerjanya didominasi oleh anak-anak muda terutamanya di lapisan pekerja lapangan. Untuk pengetahuan umum saya jelaskan dahulu apa itu HIV/AIDS menurut situs WHO yang bisa diakses oleh siapa saja, silahkan klik disini utk lebih lengkapnya.
Istilah HIV (Human Immunodeficiency Virus) atau diterjemahkan secara bebas sebagai "virus yang menyebabkan penurunan kekebalan tubuh", adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh serta melemahkan sistem pertahanan seseorang terhadap infeksi dan beberapa jenis kanker tertentu (Sumber WHO: 2016). Ketika virus tersebut menghancurkan dan merusak fungsi imun tubuh, mereka yang terjangkit menjadi immunodeficient (berkurang kekebalan) yang biasanya diukur dari jumlah sel CD4 yang ada dalam tubuh. Pada tahap yang paling parah dari infeksi HIV disebut dengan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), yang bisa terjadi antara 2 sampai 15 tahun tergantung dari individu. Seseorang dinyatakan mengidap AIDS setelah terjadinya sejenis kanker tertentu, infeksi, atau manifestasi klinis akut lainnya.
Gejala HIV tergantung dari tingkat infeksi. Walaupun orang dengan HIV cenderung sangat menular pada bulan-bulan awal, banyak yang tidak menyadari statusnya sampai dengan tahap yang sudah parah. Minggu - minggu pertama dari infeksi awal, seseorang mungkin tidak merasakan gejala sama sekali atau hanya merasa seperti terjangkit virus influenza biasa seperti demam, sakit kepala, ruam pada kulit atau tenggorokan gatal saja. Virus HIV bisa ditularkan dari berbagai cairan tubuh dari penderita seperti darah, air susu ibu, air mani dan sekresi vagina. Seseorang tidak bisa terinfeksi melalui kontak sehari-hari seperti berciuman, berpelukan, berjabat tangan, atau bersama-sama memakai peralatan, makanan atau air.
Faktor risiko tingkah laku yang membuat seseorang mempunyai risiko terjangkit HIV diantara lain adalah:
Setelah kita mengetahui fakta tentang HIV/AIDS lalu apa hubungannya dengan 'kesehatan kerja' yang menjadi bagian dari K3? Banyak sekali, dalam tulisan kali ini kami ingin mengingatkan bahwa risiko penularan untuk pada saat ini lebih banyak kepada individu yang dulunya kita anggap tidak berisiko, menurut berita Tempo.co pada Augustus 2016, dari statistik di terakhir di kota Cirebon misalnya bahwa ibu rumah tangga lebih banyak terkena HIV dibandingkan dengan PSK (Pekerja Seks Komersial), dengan perbandingan 46.000 dari ibu rumah tangga dan hanya 36 PSK ketika dilakukan identifikasi Komisi Penanggulangan Aids (KPA) setempat. Ibu rumah tangga ini terjangkit dari pasangan mereka para suami yang bisa kita asumsikan adalah angkatan kerja secara umum.
Penyebaran dimana pekerja industri telekomunikasi bekerja dan berkegiatan adalah sangatlah besar, bila kita hanya melihat dari mereka yang hanya bekerja sebagai tim yang melakukan instalasi dan pergi ke lapangan maka kemungkinan penularan HIV/AIDS bisa dibilang mempunyai risiko yang besar, karena walaupun hanya dibicarakan di belakang pintu dan belum ada data yang akurat mendukung, bisa kita asumsikan bahwa mereka (pekerja) yang cukup mobile atau berpindah-pindah serta jauh dari keluarga untuk jangka waktu yang cukup lama mempunyai risiko yang tinggi. Baik mereka yang sudah mempunyai pasangan resmi maupun yang belum mempunyai pasangan mempunyai risiko penularan yang tinggi, teknologi juga memudahkan tingkah laku berisiko (hubungan seksual diluar nikah, narkoba dll) untuk dapat dilakukan oleh pekerja yang biasa mengalami kondisi 3M (mobile man with money), dimana mereka memiliki cukup dana serta kesempatan karena adanya perjalanan dinas yang jauh dari keluarga.
Sudah saatnya angkatan kerja mulai peduli terhadap HIV/AIDS termasuk pekerja di industri telekomunikasi. Banyak cara mengetahui seseorang mengidap HIV/AIDS atau tidak dengan 'cara cepat' maupun standard, tetapi kemungkinan yang terjadi adalah pekerja malu atau tidak tahu apa yang harus dilakukan utk memeriksakan diri sendiri, walaupun pekerja sadar bahwa mereka mempunyai tingkah laku yang berisiko. Tes HIV bisa dilakukan di Puskesmas, rumah sakit, klinik atau bahkan bisa dilakukan sendiri. Proses yang biasa dilakukan adalah dengan melakukan tes cepat (rapid test) lalu bila ada indikasi maka dilakukan lagi tes yang lebih komprehensif yang hanya bisa dilakukan dengan bantuan pihak medis.
Dalam rangka peringatan Hari AIDS Sedunia tahun ini, WHO mengenalkan kembali petunjuk untuk 'pemeriksaan sendiri' untuk tes HIV sehingga bisa mendapatkan data yang lebih baik bagi diagnosa HIV, karena mereka yang tertular harus diberikan antiretroviral therapy (ART). Laporan yang ada menunjukkan bahwa 18 juta orang dengan HIV sudah mendapatkan ART, dan dalam jumlah yang sama masih belum mendapatkan akses perawatan, kebanyakan mereka tidak sadar bahwa dirinya telah positif HIV. Lingkupan pemeriksaan HIV masih sangat rendah, sebagai contoh secara global pemeriksaan sendiri, pencegahan serta pengobatan bagi laki-laki lebih rendah dari perempuan. Dimana laki-laki hanya melingkupi 30% dari total mereka yang telah diperiksa HIV, akhirnya laki-laki menjadi sedikit yang terdiagnosa dan mendapatkan ART, selanjutnya bisa ditebak lebih rentan meninggal karena komplikasi HIV dibandingkan dengan perempuan.
Masih belum yakin hubungan HIV/AID dengan kesehatan angkatan kerja di Indonesia, khususnya pekerja telekomunikasi? untuk menggambarkan betapa isu ini harus dikemukakan secara terbuka adalah satu hal, karena mungkin banyak yang merasa tabu dan tidak pada tempatnya. Paling penting adalah memulai dari diri sendiri, apakah anda berisiko? kalau ya, tidak perlu malu, anda bisa melakukan pemeriksaan sendiri dengan alat yang sudah dijual bebas. Jaring K3 Telko mungkin banyak membahas tentang keselamatan kerja yang risiko serta bahayanya kelihatan di depan mata, tetapi seperti halnya isu lain dari kesehatan kerja, memang mempunyai ciri-ciri yang berdampak setelah beberapa waktu serta kadang tidak kelihatan sampai pada akhirnya menyerang tubuh.
Stigma buruk lainnya dari penyakit ini di tempat kerja adalah kadang adanya diskriminasi terhadap ODHA (orang dengan HIV/AIDS), selain memang perusahaan tidak boleh melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dengan komponen khusus tentang tes HIV (Pasal (5), Kemenakertrans No KEP 68/MEN/IV/2004). Dalam peraturan ketenagakerjaan sampai harus dimasukkan secara khusus dengan tidak boleh adanya diskriminasi, termasuk menggunakan pemeriksaan/tes HIV untuk proses rekrutmen atau kelanjutan status pekerja. Hal yang wajib dilakukan oleh pengusaha seperti disebutkan dalam Pasal (2) peraturan yang yang sama adalah pengusaha wajib melakukan pencegahan dan penanggulangan di tempat kerja; salah satunya dengan memberikan pengetahuan serta kampanye tentang HIV/AIDS seperti yang dimaksud oleh tulisan ini. Ayo mulai sekarang lakukan pemeriksaan diri dan mulai kita perhitungkan apa yang perlu kita antisipasi, baik sebagai pengusaha (perusahaan) maupun sebagi individu.
Gejala HIV tergantung dari tingkat infeksi. Walaupun orang dengan HIV cenderung sangat menular pada bulan-bulan awal, banyak yang tidak menyadari statusnya sampai dengan tahap yang sudah parah. Minggu - minggu pertama dari infeksi awal, seseorang mungkin tidak merasakan gejala sama sekali atau hanya merasa seperti terjangkit virus influenza biasa seperti demam, sakit kepala, ruam pada kulit atau tenggorokan gatal saja. Virus HIV bisa ditularkan dari berbagai cairan tubuh dari penderita seperti darah, air susu ibu, air mani dan sekresi vagina. Seseorang tidak bisa terinfeksi melalui kontak sehari-hari seperti berciuman, berpelukan, berjabat tangan, atau bersama-sama memakai peralatan, makanan atau air.
Faktor risiko tingkah laku yang membuat seseorang mempunyai risiko terjangkit HIV diantara lain adalah:
- melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan;
- sudah mempunyai penyakit menular seksual seperti syphilis, herpes, chlamydia, gonorrhoea, dan bakteri yang berhubungan dengan area kewanitaan;
- menggunakan bersama-sama jarum suntik atau peralatan injeksi lainnya yang terkontaminasi termasuk ketika menginjeksi narkoba/obat;
- menerima injeksi yang tidak aman dari transfusi darah, transplantasi jaringan, prosedur medis yang menggunakan peralatan tidak steril untuk memotong dan menusuk; dan
- mengalami cidera karena tidak sengaja terkena tertusuk jarum suntik, termasuk kejadian diantara pekerja kesehatan.
Setelah kita mengetahui fakta tentang HIV/AIDS lalu apa hubungannya dengan 'kesehatan kerja' yang menjadi bagian dari K3? Banyak sekali, dalam tulisan kali ini kami ingin mengingatkan bahwa risiko penularan untuk pada saat ini lebih banyak kepada individu yang dulunya kita anggap tidak berisiko, menurut berita Tempo.co pada Augustus 2016, dari statistik di terakhir di kota Cirebon misalnya bahwa ibu rumah tangga lebih banyak terkena HIV dibandingkan dengan PSK (Pekerja Seks Komersial), dengan perbandingan 46.000 dari ibu rumah tangga dan hanya 36 PSK ketika dilakukan identifikasi Komisi Penanggulangan Aids (KPA) setempat. Ibu rumah tangga ini terjangkit dari pasangan mereka para suami yang bisa kita asumsikan adalah angkatan kerja secara umum.
Penyebaran dimana pekerja industri telekomunikasi bekerja dan berkegiatan adalah sangatlah besar, bila kita hanya melihat dari mereka yang hanya bekerja sebagai tim yang melakukan instalasi dan pergi ke lapangan maka kemungkinan penularan HIV/AIDS bisa dibilang mempunyai risiko yang besar, karena walaupun hanya dibicarakan di belakang pintu dan belum ada data yang akurat mendukung, bisa kita asumsikan bahwa mereka (pekerja) yang cukup mobile atau berpindah-pindah serta jauh dari keluarga untuk jangka waktu yang cukup lama mempunyai risiko yang tinggi. Baik mereka yang sudah mempunyai pasangan resmi maupun yang belum mempunyai pasangan mempunyai risiko penularan yang tinggi, teknologi juga memudahkan tingkah laku berisiko (hubungan seksual diluar nikah, narkoba dll) untuk dapat dilakukan oleh pekerja yang biasa mengalami kondisi 3M (mobile man with money), dimana mereka memiliki cukup dana serta kesempatan karena adanya perjalanan dinas yang jauh dari keluarga.
Sudah saatnya angkatan kerja mulai peduli terhadap HIV/AIDS termasuk pekerja di industri telekomunikasi. Banyak cara mengetahui seseorang mengidap HIV/AIDS atau tidak dengan 'cara cepat' maupun standard, tetapi kemungkinan yang terjadi adalah pekerja malu atau tidak tahu apa yang harus dilakukan utk memeriksakan diri sendiri, walaupun pekerja sadar bahwa mereka mempunyai tingkah laku yang berisiko. Tes HIV bisa dilakukan di Puskesmas, rumah sakit, klinik atau bahkan bisa dilakukan sendiri. Proses yang biasa dilakukan adalah dengan melakukan tes cepat (rapid test) lalu bila ada indikasi maka dilakukan lagi tes yang lebih komprehensif yang hanya bisa dilakukan dengan bantuan pihak medis.
Dalam rangka peringatan Hari AIDS Sedunia tahun ini, WHO mengenalkan kembali petunjuk untuk 'pemeriksaan sendiri' untuk tes HIV sehingga bisa mendapatkan data yang lebih baik bagi diagnosa HIV, karena mereka yang tertular harus diberikan antiretroviral therapy (ART). Laporan yang ada menunjukkan bahwa 18 juta orang dengan HIV sudah mendapatkan ART, dan dalam jumlah yang sama masih belum mendapatkan akses perawatan, kebanyakan mereka tidak sadar bahwa dirinya telah positif HIV. Lingkupan pemeriksaan HIV masih sangat rendah, sebagai contoh secara global pemeriksaan sendiri, pencegahan serta pengobatan bagi laki-laki lebih rendah dari perempuan. Dimana laki-laki hanya melingkupi 30% dari total mereka yang telah diperiksa HIV, akhirnya laki-laki menjadi sedikit yang terdiagnosa dan mendapatkan ART, selanjutnya bisa ditebak lebih rentan meninggal karena komplikasi HIV dibandingkan dengan perempuan.
Masih belum yakin hubungan HIV/AID dengan kesehatan angkatan kerja di Indonesia, khususnya pekerja telekomunikasi? untuk menggambarkan betapa isu ini harus dikemukakan secara terbuka adalah satu hal, karena mungkin banyak yang merasa tabu dan tidak pada tempatnya. Paling penting adalah memulai dari diri sendiri, apakah anda berisiko? kalau ya, tidak perlu malu, anda bisa melakukan pemeriksaan sendiri dengan alat yang sudah dijual bebas. Jaring K3 Telko mungkin banyak membahas tentang keselamatan kerja yang risiko serta bahayanya kelihatan di depan mata, tetapi seperti halnya isu lain dari kesehatan kerja, memang mempunyai ciri-ciri yang berdampak setelah beberapa waktu serta kadang tidak kelihatan sampai pada akhirnya menyerang tubuh.
Stigma buruk lainnya dari penyakit ini di tempat kerja adalah kadang adanya diskriminasi terhadap ODHA (orang dengan HIV/AIDS), selain memang perusahaan tidak boleh melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dengan komponen khusus tentang tes HIV (Pasal (5), Kemenakertrans No KEP 68/MEN/IV/2004). Dalam peraturan ketenagakerjaan sampai harus dimasukkan secara khusus dengan tidak boleh adanya diskriminasi, termasuk menggunakan pemeriksaan/tes HIV untuk proses rekrutmen atau kelanjutan status pekerja. Hal yang wajib dilakukan oleh pengusaha seperti disebutkan dalam Pasal (2) peraturan yang yang sama adalah pengusaha wajib melakukan pencegahan dan penanggulangan di tempat kerja; salah satunya dengan memberikan pengetahuan serta kampanye tentang HIV/AIDS seperti yang dimaksud oleh tulisan ini. Ayo mulai sekarang lakukan pemeriksaan diri dan mulai kita perhitungkan apa yang perlu kita antisipasi, baik sebagai pengusaha (perusahaan) maupun sebagi individu.