Bak truk adalah media komunikasi juga. Logo roda K3 adalah sebuah bentuk komunikasi dan pernyataan. | Segala sesuatu di Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah komunikasi, baik yang sifatnya searah maupun yang bersifat bolak-balik atau dua arah. Banyak perusahaan atau Safety Officer lupa tentang pentingnya komunikasi yang baik di dalam pelaksanaan program-program yang mereka canangkan. Contoh paling sering kita lihat adalah bahwa K3 seperti mempunyai dunianya sendiri, banyak sekali karena kebutuhan audit atau sertifikasi maka rambu-rambu yang dipasang menggunakan bahasa Inggris, padahal pengguna atau karyawan yang menjadi target tidak paham apa yang dimaksud oleh si pemasang rambu. Dalam masalah komunikasi semua menjadi penting tetapi juga bersamaan seperti sebuah basa - basi saja. Dalam rencana komunikasi atau yang di dalam standar OHSAS 18001 atau ISO 9001/14001 sering disebut communication plan, Safety Officer sering lupa atau terlalu menganggap remeh tentang komunikasi ini, sepertinya kalau sudah membuat jadwal kapan dan dimana akan dilaksanakan program K3 serta disampaikan ke atasannya, semua sudah beres. Komunikasi sebisa mungkin harus dua arah, karena dengan adanya aksi dan rekasi kita bisa tahu apa dampak serta manfaat dari penyampaian informasi, perintah atau lainnya. Apa gunanya sebuah rencana yang dikomunikasikan kalau yang membaca hanya segelintir orang atau bahkan sulit dimenegrti. Dari pengalaman pribadi, saya selalu membagi bentuk komunikasi menjadi 2 (dua) jenis saja, yaitu pasif dan aktif. Gampangnya bila bicara komunikasi 'pasif' maka bisa diambil contoh poster, brosur, souvenir yang dibagikan ketika acara atau bahkan kaos seragam yang dipakai oleh karyawan bisa disebut bentuk komunikasi pasif. Anda mungkin bertanya bagaimana sebuah seragam bisa menjadi alat komunikasi? ya, banyak perusahaan atau penanggungjawab K3 mendesain seragam asal-asalan tanpa mempertimbangkan komunikasi atau yang diharapkan dari memakai seragam. Apa yang diharapkan dari seragam untuk komunikasi K3? bila pekerja bekerja di daerah berbahaya, gelap atau kurang pencahayaan misalnya, seragam sebaiknya didesain dgn bahan yang mempunyai pantulan cahaya (biasanya berupa pita scotchlite) yang mengkomunikasikan kepada sekitar kita bahwa kita sedang berada di wilayah yang gelap atau kurang cahaya oleh karennya anda harus tahu saya ada dimana serta tidak membahayakan saya juga diri anda sendiri, sebaliknya mungkin di tempat yang penuh cahaya serta ramai, bisa juga pantulan cahaya dari baju kita bisa membedakan kita dari keramaian kondisi tempat kerja, sehingga kita lebih kelihatan dari benda-benda lain yang ada di sekitar kita. Satu contoh lagi dari komunikasi pasif menurut saya adalah rambu-rambu K3, yang dalam metode komunikasinya juga telah diatur secara internasional. Ada yang mempunyai latar belakang biru tua (biasanya mewajibkan sesuatu), ada yang berlatar belakang merah untuk menandakan larangan, ada yang berwarna kuning yang menandakan kepada orang yang melihat untuk berhati-hati, serta hijau (atau latar belakang hijau) yang berarti rekomendasi untuk dapat dilakukan. Kenapa berwarna-warni? karena setiap warna menjadi bentuk komunikasi bagi si pembacanya. Komunikasi aktif bisa saja menggunakan contoh yang disebutkan di atas (poster, rambu, seragam dll), tetapi sifatnya lebih kepada formatnya yang lebih mengharapkan respon timbal balik dari si pembaca pesan. Tentu anda pernah mendengar kritikan dari pihak di luar diri anda yang bilang anda kurang komunikasi, anda kurang berinteraksi dll, disinilah yang dimaksud komunikasi aktif. Poster yang dibuat asal-asalan tanpa mepertimbangkan bahasa si pembaca pesan akan hanya menjadi komunikasi pasif dan sebagai syarat saja. Disinilah kemudian saya ingin menyampaikan kepada anda utamanya mereka yang berprofesi sebagai Safety Officer, sebuah komunikasi selalu usahakan untuk dalam bentuk dua arah, baik dia dalam bentuk poster, seragam atau apa saja. Harus ada hasil dari pihak di luar si pemberi pesan, minimal si pembaca pesan paham bahwa isi poster tersebut mempunyai maksud yang harus diikuti atau dipahami. Untuk contoh paling lugas dari komunikasi aktif sebenarnya lebih tepat kalau kita memberi analogi dengan mengkomunikasikan sesuatu sebelum dia benar-benar dibutuhkan, misalkan sebuah poster yang berisi tentang cara memakai helm yang benar, komunikasi poster haruslah disediakan sebelum karyawan bekerja atau dipasang di tempat sebelum karyawan masuk ke area kerja yang mewajibkan poster. Kalau poster tersebut dipasang di area kerja, dia harus dianggap sebagai pengingat (pasif) saja bukan sebagai perintah. Banyak yang bilang bahwa komunikasi aktif adalah komunikasi dua arah, menurut saya tidak juga. Komunikasi pasif bisa juga dua arah, seperti yang saya contohkan dalam ilustrasi sebelumnya, bila isi dari poster/rambu tidak dimengerti oleh pekerja, maka dia hanya akan menjadi komunikasi satu arah, tidak ada timbal balik. Apakah anda sudah menjalankan komunikasi dua arah? cara paling sederhana mengetahuinya adalah bagaimana reaksi si pembaca komunikasi, pesan, poster, rambu dll terhadap anda, bila mereka masih melanggar juga tetap tidak memakai helm misalnya, tinjau lagi apakah ada yang salah dari komunikasi anda. Karena saya pernah punya pengalaman lucu, ketika saya menegur seorang pekerja di dalam shelter sebuah BTS tempat dia bekerja tidak memakai helm sepanjang pekerjaannya, ternyata bukan karena dia tidak mau memakainya, tetapi dia mengira bahwa yang wajib pakai helm itu hanya yang manjat saja, tidak wajib buat yang bekerja di site tersebut. Kalau sudah begitu, usahakan lagi melihat ke dalam, sebagai Safety Officer, apakah rambu dan prosedur saya sudah jelas? ternyata baru saya sadari semua rambu dan prosedur yang dipunyai perusahaan serta harus dijalankan oleh perusahaan, masih berbahasa Inggris. Salah siapa ini? saya salahkan diri saya sendiri, karena saya sedang tidak melakukan komunikasi dua arah. Semoga bermanfaat. "Komunikasi itu harus dua arah, baik aktif maupun pasif" |
5 Comments
|
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
March 2020
Categories |