Pernyataan negatif itu muncul tiba - tiba ketika saya sedang asyik menjelaskan bagaimana sebuah organisasi dapat menjadi lebih baik dengan mengadopsi Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), saya tercenung sebentar dengan pertanyaan tersebut, tetapi akhirnya kembali berusaha menjelaskan kepada penanya yang ada di kelas saya ini, karena ternyata salah memilih kata - kata bisa berakibat tidak nyambung antara pembicara dan pendengar :)
Seringkali penanggungjawab K3 atau pimpinan perusahaan cukup dibuat pusing kenapa masih saja ada temuan dan kesalahan yang dilakukan oleh pekerja atau karyawan ketika kita sudah menjalankan initisiatif K3 di perusahaan, apa sih sebenarnya yang perlu dilakukan? berikut ini yang menurut saya yang harus dilakukan. Saya kenalkan anda dengan istilah "ITIS", sebuah akronim singkatan yang bukan orisinil dari saya tetapi hasil dari pengalaman mengikuti pelatihan K3, yang saking generik-nya saya tidak tahu siapa yang pertama kali mengenalkan istilah tersebut. ITIS adalah kumpulan huruf kapital besar I, T, I dan S, yang bisa di jelaskan sebagai Information, Training, Instruction dan Supervision.
Beberapa praktisi mungkin mempunyai istilah lain, tetapi biasanya mempunyai arti yang kurang lebih sama. Biasa juga penempatan urutan istilah tersebut terbalik atau tidak berurutan, tetapi berdasarkan pengalaman pribadi, saya lebih suka menyebut ITIS sebagai suatu urutan dan mudah diingat, lalu bagaimana dengan aplikasinya? apa sebenarnya yang bisa kita dapatkan dari pengertian istilah tersebut? Penggunaan istilah ITIS atau pendekatan implementasi yang menggunakan metode ITIS adalah memastikan sebuah siklus kegiatan atau aktifitas yang runut dan berulang, berapa kali jumlah pengulangannya hanya ditentukan berdasarkan kebutuhan atau tingkat kerumitan informasi atau ide yang akan kita sampaikan ke pekerja, mari kita ambil contoh dalam narasi singkat berikut.
Ketika sebuah perusahaan telekomunikasi berencana untuk mengimplementasi cara bekerja di ketinggian dengan aman, maka seorang penanggungjawab K3 atau manajemen secara umum bisa melakukan pendekatan ITIS agar apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan. Hal pertama yang perlu dilakukan yaitu "Information" (informasi) harus dibuat sejelas mungkin tentang "cara bekerja di ketinggian" tersebut, informasi yang jelas bermakna mudah dimengerti oleh si pembacanya terutama disesuaikan dengan latar belakang pendidikan atau tingkat literasi (kemampuan dan melek istilah bahasa). Tidak perlu membuat prosedur atau instruksi kerja dengan menggunakan bahasa Inggris apabila anda bisa memperkirakan bahwa pengguna dari prosedur tersebut lebih banyak pengguna bahasa Indonesia, bahkan dalam beberapa kasus, walaupun dibuat dalam bahasa Indonesia masih juga tidak bisa dimengerti karena bahasa sehari-hari pekerja menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerah dimana mereka bekerja atau bersekolah. Banyak sekali istilah dalam peralatan bekerja di ketinggian yang belum ada padanan bahasa Indonesia, maka bisa disebutkan keduanya dalam bentuk huruf cetak miring, seperti 'full body harness' yang bisa didampingkan dengan artinya misal: "pengikat seluruh badan" atau istilah lain yg biasa digunakan.
Selanjutnya adalah Training (pelatihan), ketika kita sudah merasa cukup dalam membuat aturan secara tertulis, maka apa yang sudah tertulis tersebut harus secara formal disampaikan ke pekerja yang dituju, pelatihan atau dalam bahasa Kemenaker seringkali disebut "pembinaan", bisa dilakukan dalm bentuk dalam ruang kelas (berkumpul) atau dengan surat memo atau yang lain, tergantung yang mana yang paling efektif. Untuk contoh prosedur kita ini lebih baik kalau pertama kali dibuatkan kelas sehingga ada interaksi antara penanggungjawab K3 dengan pekerja yang dimaksud, ada beberapa kasus mungkin saja bahan yang dibicarakan bukan sesuatu yang baru, maka bisa saja disampaikan secara tertulis, tetapi disarankan untuk membuat semacam tanda terima bahwa pekerja yang menerima informasi tertulis tersebut sudah mengerti dan membacanya.
Setelah Information dan Training, maka selanjutnya adalah Instruction (Instruksi), dimana informasi tertulis yang sudah jelas dan dilatih atau disampaikan ke pekerja, kemudian diperkuat dengan manajemen menginstruksikan atau memerintahkan untuk dilaksanakan di lapangan. Bentuknya harus dalam bentuk formal, bisa dengan surat perintah, memo dan sebagainya. Bentuknya seperti apa? nanti kita sambung lagi dalam artikel berikutnya bulan depan bserta contoh kasusnya.
Tetaplah kembali ke halaman ini untuk mendapatkan kelanjutannya...sampaikan juga pendapat anda, contoh apa yang perlu anda ketahui, atau pertanyaan lain di kolom komentar supaya saya tidak terlalu melantur bicaranya :)
Sampai jumpa bulan depan...
Seringkali penanggungjawab K3 atau pimpinan perusahaan cukup dibuat pusing kenapa masih saja ada temuan dan kesalahan yang dilakukan oleh pekerja atau karyawan ketika kita sudah menjalankan initisiatif K3 di perusahaan, apa sih sebenarnya yang perlu dilakukan? berikut ini yang menurut saya yang harus dilakukan. Saya kenalkan anda dengan istilah "ITIS", sebuah akronim singkatan yang bukan orisinil dari saya tetapi hasil dari pengalaman mengikuti pelatihan K3, yang saking generik-nya saya tidak tahu siapa yang pertama kali mengenalkan istilah tersebut. ITIS adalah kumpulan huruf kapital besar I, T, I dan S, yang bisa di jelaskan sebagai Information, Training, Instruction dan Supervision.
Beberapa praktisi mungkin mempunyai istilah lain, tetapi biasanya mempunyai arti yang kurang lebih sama. Biasa juga penempatan urutan istilah tersebut terbalik atau tidak berurutan, tetapi berdasarkan pengalaman pribadi, saya lebih suka menyebut ITIS sebagai suatu urutan dan mudah diingat, lalu bagaimana dengan aplikasinya? apa sebenarnya yang bisa kita dapatkan dari pengertian istilah tersebut? Penggunaan istilah ITIS atau pendekatan implementasi yang menggunakan metode ITIS adalah memastikan sebuah siklus kegiatan atau aktifitas yang runut dan berulang, berapa kali jumlah pengulangannya hanya ditentukan berdasarkan kebutuhan atau tingkat kerumitan informasi atau ide yang akan kita sampaikan ke pekerja, mari kita ambil contoh dalam narasi singkat berikut.
Ketika sebuah perusahaan telekomunikasi berencana untuk mengimplementasi cara bekerja di ketinggian dengan aman, maka seorang penanggungjawab K3 atau manajemen secara umum bisa melakukan pendekatan ITIS agar apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan. Hal pertama yang perlu dilakukan yaitu "Information" (informasi) harus dibuat sejelas mungkin tentang "cara bekerja di ketinggian" tersebut, informasi yang jelas bermakna mudah dimengerti oleh si pembacanya terutama disesuaikan dengan latar belakang pendidikan atau tingkat literasi (kemampuan dan melek istilah bahasa). Tidak perlu membuat prosedur atau instruksi kerja dengan menggunakan bahasa Inggris apabila anda bisa memperkirakan bahwa pengguna dari prosedur tersebut lebih banyak pengguna bahasa Indonesia, bahkan dalam beberapa kasus, walaupun dibuat dalam bahasa Indonesia masih juga tidak bisa dimengerti karena bahasa sehari-hari pekerja menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerah dimana mereka bekerja atau bersekolah. Banyak sekali istilah dalam peralatan bekerja di ketinggian yang belum ada padanan bahasa Indonesia, maka bisa disebutkan keduanya dalam bentuk huruf cetak miring, seperti 'full body harness' yang bisa didampingkan dengan artinya misal: "pengikat seluruh badan" atau istilah lain yg biasa digunakan.
Selanjutnya adalah Training (pelatihan), ketika kita sudah merasa cukup dalam membuat aturan secara tertulis, maka apa yang sudah tertulis tersebut harus secara formal disampaikan ke pekerja yang dituju, pelatihan atau dalam bahasa Kemenaker seringkali disebut "pembinaan", bisa dilakukan dalm bentuk dalam ruang kelas (berkumpul) atau dengan surat memo atau yang lain, tergantung yang mana yang paling efektif. Untuk contoh prosedur kita ini lebih baik kalau pertama kali dibuatkan kelas sehingga ada interaksi antara penanggungjawab K3 dengan pekerja yang dimaksud, ada beberapa kasus mungkin saja bahan yang dibicarakan bukan sesuatu yang baru, maka bisa saja disampaikan secara tertulis, tetapi disarankan untuk membuat semacam tanda terima bahwa pekerja yang menerima informasi tertulis tersebut sudah mengerti dan membacanya.
Setelah Information dan Training, maka selanjutnya adalah Instruction (Instruksi), dimana informasi tertulis yang sudah jelas dan dilatih atau disampaikan ke pekerja, kemudian diperkuat dengan manajemen menginstruksikan atau memerintahkan untuk dilaksanakan di lapangan. Bentuknya harus dalam bentuk formal, bisa dengan surat perintah, memo dan sebagainya. Bentuknya seperti apa? nanti kita sambung lagi dalam artikel berikutnya bulan depan bserta contoh kasusnya.
Tetaplah kembali ke halaman ini untuk mendapatkan kelanjutannya...sampaikan juga pendapat anda, contoh apa yang perlu anda ketahui, atau pertanyaan lain di kolom komentar supaya saya tidak terlalu melantur bicaranya :)
Sampai jumpa bulan depan...